Dalam kumpulan puisi yang berjudul Sang Matahari (1986), Diah Hadaning masih menyajikan puisi-puisi yang lugas dengan bahasa sederhana. Seperti yang dikatakan oleh Korrie Layun Rampan dalam surat kabar Mingguan Pagi tanggal 14 Maret 1987 bahwa sajak-sajak Diah Hadaning dapat dikatakan sederhana dalam bentuk dan isi sehingga tidak memberi kejutan literer. Sampai dengan Sang Matahari pun ia masih setia dengan segala kesahajaan ucapnya bahkan dengan menampilkan sajak-saja yang beraktualitas sosial membuat puisi-puisi Diah Hadaning terasa lebih verbal. Walaupun simpatinya terhadap mereka yang menderita dan tersisih cukup membuat kita ikut bersimpati. Daya ucap Diah sering terlalu umun sehingga sajak-sajaknya muncul dengan kebersahajaan yang tidak mengandung greget pada batin. Seperti yang tampak dalam salah satu puisi dalam Sang Matahari yang berjudul “Nyanyian Diam Perempuan Safiya”, Diah bercerita tentang duka seorang wanita.